Translate

Mimpi dibentuk dari imajinasi dan kreativitasmu. Mimpi adalah cerita dari masa lalu atau keinginan yang kuat untuk masa depan. Jangan lelah untuk bermimpi, karena hidup berawal dari mimpi.

Rabu, 02 Februari 2011

KHILAFAH VS DEMOKRASI

"Ingatlah bahwa demokrasi tidak akan pernah bertahan lama. Ia akan segera dibuang, kehilangan kekuatan dan akan menghabisi dirinya sendiri. Tidak akan pernah ada sebuah sistem demokrasi yang tidak menghabisi dirinya sendiri." (Jhon Adams, Presiden AS ke-2)

Sejak keruntuhan khilafah pada bulan Rajab 1342H, 89 tahun yang lalu, bisa disebut hampir sebagian besar Dunia Islam mengadopsi sistem demokrasi. Harapannya, sistem demokrasi akan membuat Dunia Islam lebih baik, ternyata tidak. Dunia Islam tetap saja mengidap berbagai persoalan yang akut seperti kemiskinan, kebodohan, pembantaian dan konflik yang berkepanjangan.

Di sisi lain, arus besar untuk kembali ke sistem Khilafah semakin menguat. Ada pernyataan berulang : Demokrasi memang tidak sempurna tetapi sampai saat ini merupakan sistem terbaik untuk melawan sistem totaliter. Muncul pula pertanyaan berulang : Kebaikan apa yang ditawarkan sistem Khilafah untuk menggantikan sistem Demokrasi? Bisakah sistem Khilafah mewujudkan harapan-harapan manusia yang gagal diwujudkan Demokrasi? Kita tentu menjawab dengan tegas : sistem Khilafah pasti mampu.

Pertama : menjamin kebenaran yang hakiki. Demokrasi telah gagal dalam hal ini. Klaim suara rakyat adalah suara Tuhan dan menganggap suara mayoritas rakyat adalah suara kebenaran, tidak terbukti. Bagaimana bisa suara mayoritas rakyat Amerika bagian Utara yang melegalkan perbudakan pada abad ke-19 dianggap benar? Demikian juga, sulit diterima sebagai sebuah kebenaran ketika mayoritas wakil rakyat lewat proses demokrasi melegalkan penghinaan terhadap manusia apalagi manusia yang mulia seperti Rasulullah SAW, melegalkan perkawinan homoseksual dan lesbian, termasuk serangan terhadap Irak, Afghanistan yang telah membunuh ratusan ribu orang yang dilegalkan lewat suara mayoritas rakyat.

Adapun Islam menawarkan sebuah sistem yang sempurna karena berasal dari Zat yang Maha Sempurna, yaitu Allah SWT. Memang mungkin terjadi penyimpangan dari pelaksanaan sistem yang sempurna ini. Namun dari segi sumbernya sistem Khilafah ini adalah yang terbaik. Sebaliknya, demokrasi sejak dasarnya saja sudah bermasalah ketika kebenaran diserahkan pada manusia.

Kedua : memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpendapat, memilih pemimpinnya sendiri, berekspresi, mengkritik sesuatu yang keliru. Demokrasi memang mengklaim telah memenuhi seluruh tahapan ini. Namun, nilai-nilai liberal kemudian menjadi pilarnya. Akibatnya, kebebasan yang ditawarkan menjadi kebablasan dan mengancam masyarakat sendiri. Bukankah atas dasar kebebasan berekspresi, berpendapat dan berkumpul, kelompok-kelompok homoseksual dan pelaku-pelaku pornografi menginginkan eksistensinya diakui? Ahmadiyah, Lia Eden dan aliran sesat lainnya pun minta diakui dengan berdalih pada kebebasan?

Di sisi lain, kebebasan yang ditawarkan demokrasi mengidap penyakit hipokrit (standar ganda). Mengklaim kebebasan beragama tetapi melarang pemakaian cadar, jilbab atau burqa di Eropa. Klaim menghargai pilihan rakyat, tetapi menghadang kemenangan FIS di Aljazair dan Hamas di Palestina yang sebenarnya menang secara demokratis. Boleh menghujat Nabi Muhammad sekalipun, tetapi siapa pun yang mempertanyakan kebenaran Holocaust dikriminalkan. Sudah menjadi rahasia umum, terdapat pengekangan terhadap media baik lewat sensor internal pemilik modal media ataupun pemerintah.

Sebaliknya, sistem Islam memberikan ruang bagi masyarakat seluas-luasnya, namun tetap dalam kerangka hukum syariah yang menjadi standar acuan. Dalam sistem Khilafah, kepala negara atau Khalifah dipilih oleh rakyat dengan berdasarkan keridhaan mereka. Mengkritik penguasa yang menyimpang dalam Islam bukan hanya hak, tetapi sekaligus merupakan kewajiban. Pahala sangat besar pun diberikan kepada mereka yang syahid mengkritik penguasa dengan sebutan sebaik-baik jihad (afdhal al-jihad) dan pemimpin para syuhada.

Terdapat Mahkamah Mazhalim yang akan menyelesaikan persengketaan antara rakyat dan penguasa, kalau rakyat menganggap kebijakan penguasa telah merugikan mereka. Mahkamah Mazhalim juga akan meluruskan keputusan Khalifah yang bertentangan dengan hukum syariah.

Adapun Majelis Ummah, tempat tokoh-tokoh yang merupakan representasi masyarakat, bisa mengkritik penguasa atau memberikan masukan kepada Khalifah (musyawarah).

Perbedaan pendapat selama masih berlandaskan pada hukum syariah juga dibolehkan dalam Islam. Meskipun Khilafah bisa jadi mengadopsi salah satu pendapat Imam mazhab dalam pemerintahannya untuk diterapkan, perdebatan ilmiah tentang itu tetap saja dibiarkan. Inilah yang membuat dalam sistem Khilafah muncul berbagai mazhab, sebagai cerminan dari pengakuan perbedaan pendapat ini.

Ketiga : menjamin hak-hak mendasar manusia. Ini adalah sesuatu yang gagal dipenuhi oleh sistem demokrasi. Praktik pelanggaran HAM terbanyak justru dilakukan oleh negara-negara kampiun demokrasi seperti AS dan Inggris. Sebaliknya, penerapan syariah Islam akan menjaga nyawa manusia, harta dan kehormatan. Di antaranya dengan menjatuhkan sanksi yang keras bagi pelaku pembunuhan dengan hukuman mati, pencuri dengan potong tangan, dll.

Keempat : menjamin kepastian hukum dan persamaan di depan hukum. Syariah Islam yang akan diterapkan oleh Khilafah menjamin hal ini bagi seluruh warga, baik Muslim maupun non-Muslim. Rasulullah SAW menolak makelar hukum yang menginginkan agar perempuan bangsawan tidak dihukum. Rasulullah SAW dengan tegas mengatakan kalaupun anaknya Fatimah mencuri, beliau akan memotong tangannya. Khalifah Ali bin Abi Thalib pernah kalah ketika memperkarakan seorang Yahudi dengan tuduhan telah mencuri baju perangnya. Saat itu hakim menilai Khalifah Ali bin Abi Thalib tidak memiliki saksi yang bisa diterima oleh hukum.

Kelima : membuat kebijakan pro rakyat. Demokrasi gagal mewujudkan hal ini. Sistem demokrasi telah melahirkan hubungan simbiosis mutualisme antara penguasa dan pemilik modal yang merugikan rakyat. Akibatnya, muncullah kebijakan elit politik yang lebih pro kepada pemilik modal daripada rakyat. Industrialisasi politik, politik transaksional, pragmatisme politik dan suap-menyuap merupakan penyakit kronis demokrasi.

Sebaliknya, Khilafah melalui Syariat Islam akan menutup pintu kejahatan ini. Dalam bidang ekonomi syariah Islam juga menjamin kebutuhan pokok setiap individu rakyat, pendidikan gratis dan kesehatan gratis. Barang tambang yang melimpah (emas, perak, minyak, dll), air, hutan dan listrik merupakan milik umum yang digunakan untuk kepentingan rakyat, tidak boleh diberikan kepada swasta atau individu. Dengan cara seperti ini Khilafah akan mensejahterakan masyarakat, yang gagal diwujudkan oleh demokrasi.

Walhasil, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menerima sistem Khilafah yang akan mewujudkan harapan-harapan manusia. Selain itu, karena menegakkan Khilafah adalah kewajiban agama kita. Kalau ada sistem yang sempurna mengapa kita tidak mengambilnya?
[Farid Wadjdi]

Sumber : Majalah Al-Wa'ie No. 119 Tahun X, 1-31 Juli 2010

0 komentar:

Posting Komentar

OhBelog!

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites